ASPEK-ASPEK
KELUARGA SAKINAH
ASPEK AGAMA
Agama memiliki peran penting dalam membina keluarga
sejahtera. Agama yang merupakan jawaban dan penyelesaian terhadap fungsi
kehidupan manusia adalah ajaran atau system yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Oleh
karena itu, sebuah keluarga haruslah memiliki dan berpegang pada suatu agama
yang diyakininya agar pembinaan keluarga sejahtera dapat terwujud sejalan
dengan apa yang diajarkan oleh agama.
Dalam Islam terdapat konsep keluarga sakinah yakni
keluarga yang tenteram di mana suami-istri dituntut menciptakan kehidupan rumah
tangga yang harmoni antara kebutuhan fisik dan psikis. Yang dimaksud psikis
adalah menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan sekaligus penghayatan agama
anggota keluarga. Kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena
keluarga sakinah yang berarti: keluarga yang terbentuk dari pasangan suami
istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan
nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik
anak dalam suasana mawaddah warahmah. Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat
Ar-Rum ayat 21 yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan
untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang
kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa cinta dan kasih saying. Sesungguhnya
dalam hal ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang
memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)
ASPEK PENDIDIKAN
Kehidupan kita dimulai di dalam lingkungan keluarga.
Kita besar dan dididik di dalam keluarga kita. Kita tumbuh dari kecil dalam
lingkungan keluarga. Orang tua mengajar bagaimana kita harus bertindak. Orang
tua juga yang membesarkan kita dengan pendidikan dan etika. Jika kita melihat
seorang anak kecil sering mengucapkan kata-kata kasar, apakah kita sadar bahwa
anak tersebut tumbuh di lingkungan keluarga, sehingga terkadang kita malah
menyalahkan anak tersebut, padahal yang seharusnya disalahkan adalah pendidikan
dalam keluarganya? Sering kali kita menyalahkan anak kecil yang berbuat salah,
padahal bukankah anak kecil belajar dan mencontoh tindakan atau perilaku dari
orang dewasa?
Pendidikan keluarga sangat penting namun seringkali
dianggap tidak penting. Etika yang benar harus diajarkan kepada anak semenjak
kecil, sehingga ketika seorang anak menjadi dewasa, ia akan berperilaku baik.
Tentu saja perilaku orang tua juga harus baik dan benar sebagai contoh untuk
anaknya. Jikalau semenjak kecil seorang anak diajarkan dengan baik dan benar
maka keluarga tersebut akan harmonis. Dan seandainya setiap keluarga
mengajarkan nilai-nilai etika yang benar maka semua manusia akan hidup
berdampingan dan damai.
Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk
menyampaikan kepada orang atau pihak lain segala hal untuk menjadikannya mampu
berkembang menjadi manusia yang lebih baik, lebih bermutu, dan dapat berperan
lebih baik pula dalam kehidupan lingkungannya dan masyarakatnya.
Keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam
pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter
pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar
keluarga (sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk
karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter.
Oleh karena itu, setiap keluarga harus memilki kesadaran bahwa karakter bangsa
sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai
kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang
diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola
interaksi antara anak dan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik
(seperti makan, minum, dll) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih
sayang, dll), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar
anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga
meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.
ASPEK EKONOMI
Jika kita cermati secara mendalam, selama ini
pemerintah mengelompokkan keluarga di Indonesia ke dalam dua tipe. Pertama,
tipe keluarga pra-sejahtera. Yang kita bayangkan ketika mendengar keluarga tipe
ini adalah keluarga yang masih mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya berupa sandang, pangan, dan papan. Keluarga pra-sejahtera
identik dengan keluarga yang anaknya banyak, tidak dapat menempuh pendidikan
secara layak, tidak memiliki penghasilan tetap, belum memperhatikan masalah
kesehatan lingkungan, rentan terhadap penyakit, mempunyai masalah tempat
tinggal dan masih perlu mendapat bantuan sandang dan pangan. Kedua, tipe
keluarga sejahtera. Yang terbayang ketika mendengar keluarga tipe ini adalah
sebuah keluarga yang sudah tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya. Keluarga sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya dua
atau tiga, mampu menempuh pendidikan secara layak, memiliki penghasilan tetap,
sudah menaruh perhatian terhadap masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap
penyakit, mempunyai tempat tinggal dan tidak perlu mendapat bantuan sandang dan
pangan.
Selama ini konsentrasi pembinaan terhadap keluarga
yang dilakukan oleh pemerintah adalah menangani keluarga pra-sejahtera. Hal itu
terlihat dari program-program dasar pembinaan keluarga seperti perencanaan
kelahiran (KB), Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU), pelayanan kesehatan gratis,
pembinaan lansia, pengadaan rumah khusus keluarga pra-sejahtera dan sejenisnya.
Namun demikian, jika kita cermati dari tahun ke tahun
terkesan bahwa program pembinaan keluarga menjadi jalan di tempat. Jika kita berani melakukan refleksi atas
hasil pembinaan yang selama ini dilakukan, dapat terlihat beberapa gejala
sebagai berikut:
Pertama, walaupun sudah dilakukan pembinaan bertahun-tahun masih banyak
keluarga yang mengikuti program-program secara pasif partisipatif.
Kedua, masyarakat menganggap bahwa program pembinaan keluarga identik dengan
program pemberian bantuan tertentu.
Ketiga, program pembinaan keluarga identik dengan program pembinaan keluarga
miskin.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat,
kiranya perlu dilakukan pembenahan dimana keluarga diarahkan untuk menjadi
keluarga yang secara sadar dan proaktif berjuang menjadi keluarga yang sehat
dan sejahtera. Istilah yang kiranya tepat dan berbau promotif adalah membangun
keluarga kreatif, yaitu keluarga yang mampu mengenali permasalahan keluarganya
masing-masing, mencari alternative dalam mengatasi masalah, dan secara proaktif
merencanakan masa depan sendiri sesuai situasi dan kondisi masing-masing.
Persoalannya adalah bagaimana kita mampu melakukan
pembinaan terhadap keluarga agar berkembang menjadi keluarga kreatif. Ada
beberapa yang dapat dilakukan, yaitu:
ü Melakukan pembinaan dan pendampingan manajemen
ekonomi keluarga.
ü Pembinaan kewirausahaan.
ü Pemberian bantuan usaha modal usaha.
ü Pendidikan kreativitas.
Jika saja banyak keluarga Indonesia yang berkembang ke
arah keluarga kreatif, dapat diyakini bahwa semakin hari semakin banyak keluarga
Indonesia yang mampu mewujudkan diri menjadi keluarga yang sehat, sejahtera,
sekaligus mandiri. Jika demikian, pemerintah tidak perlu lagi banyak
mengeluarkan anggaran yang bersifat konsumtif untuk masyarakat. Jika anggaran
konsumtif yang selama ini dikenal sebagai subsidi dapat ditekan seminimal
mungkin, maka secara perlahan-lahan perekonomian negara menjadi lebih kuat. Dan
pada akhirnya keluarga sehat, sejahtera, mandiri dapat terwujud, negara yang
sehat, sejahtera, dan mandiri perlahan-lahan dapat terwujud pula.
ASPEK SOSIAL
BUDAYA
Perkembangan anak pada usia antara tiga-enam tahun
adalah perkembangan sikap sosialnya. Konsep perkembangan sosial mengacu pada
perilaku anak dalam hubungannya dengan lingkungan sosial untuk mandiri dan
dapat berinteraksi atau untuk menjadi manusia sosial. Interaksi
adalah komunikasi dengan manusia lain, suatu hubungan yang menimbulkan perasaan
sosial yang mengikatkan individu dengan sesama manusia, perasaan hidup
bermasyarakat seperti tolong menolong, saling memberi dan menerima, simpati dan
empati, rasa setia kawan dan sebagainya.
Melalui proses interaksi sosial tersebutlah seorang
anak akan memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku-perilaku
penting yang diperlukan dalam partisipasinya di masyarakat kelak; dikenal juga
dengan sosialisasi. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Zanden (1986)
bahwa kita terlahir bukan sebagai manusia, dan baru akan menjadi manusia hanya
jika melalui proses interaksi dengan orang lain. Artinya, sosialisasi
merupakan suatu cara untuk membuat seseorang menjadi manusia (human)
atau untuk menjadi mahluk sosial yang sesungguhnya (social human being).
Terdapat tiga
elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu:
1) Status sosial, dimana dalam keluarga distrukturkan
oleh tiga struktur utama, yaitu bapak/suami, ibu/istri dan anak-anak. Sehingga
keberadaan status sosial menjadi penting karena dapat memberikan identitas
kepada individu serta memberikan rasa memiliki, karena ia merupakan bagian dari
sistem tersebut.
2) Peran sosial, yang menggambarkan peran dari
masing-masing individu atau kelompok menurut status sosialnya.
3) Norma sosial, yaitu standar tingkah laku berupa
sebuah peraturan yang menggambarkan sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam
kehidupan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar